skip to main | skip to sidebar

kodok (ga lagi) ngorek !!!

Pages

  • Beranda

Kamis, 22 Maret 2012

Pro >< Con

lihatlah mereka, ketika aksi protes yang rakyat lakukan, hanyalah dijadikan kontes oleh penguasa.
lihatlah mereka, ketika anggota kongres hingga saat ini tidak ada progres.
lihatlah mereka, ketika konstitusi untuk negara ini dijadikan lahan prostusi oleh mereka .

Pro >< Con ?
Think it again


Diposting oleh Rusnadi Tirto Wijanarko di 21.55 0 komentar Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Minggu, 05 Februari 2012

Hapus Search List di Windows 7

kemaren2 ada temen gw yang nanya, "ko, kan gw abis search file tuh di explorer, nah bs ga search list-nya itu diapus ?" . gw bilang,"abis search file apaan emgnya loe ? hayooo. . . loe pk apa emg ?" . "ah biasalah, kayak ga tau aja, gw pake windows 7. bs kgk ?" kata dia. gw jawab, "bs2 aja kok"

gw ga boong, kita bisa kok ngapus kata-kata yang pernah kita ketikkan di search box. ga percaya ? nih cara'a :

1. pastiin loe dah pernah pake tuh fasilitas search, dan ada search listnya.
2. pastiin loe pake windows7, kurang tau ya caranya sama atau ga kl di windows XP / vista.
3. mulai teknisnya nih, pencet windows +R (run) dan ketik regedit, kl ada tab User Account Control, langsung YES aja.
4. di Computer, masuk ke "HKEY_CURRENT_USER/Software/Microsoft/Windows/CurrentVersion/Explorer/WordWheelQuery"
5. dah masuk ? okeh, klik kanan di folder WordWheelQuery-nya. pilih Delete, lalu pilih Yes
6. tutup Registry Editornya

nah, sekarang coba buka windows explorer-nya. di kotak search-nya dah kosong kan sekarang ?

Sedikit peringatan bagi kalian yang mau bermain-main dengan registry editor, USE IT AT YOUR OWN RISK. gw ga bertanggung jawab kalo ada kerusakan yang diakibatkan oleh 'maenan registry'. tp untuk ini aman kok, asal sesuai dngn yang gw kasih tau.
Diposting oleh Rusnadi Tirto Wijanarko di 22.23 0 komentar Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Kamis, 24 November 2011

Pengadilan Tipikor Daerah, Perlukah ?

Vonis bebas terhadap sekitar 40 orang terdakwa kasus korupsi di berbagai daerah, seperti Bandung, Samarinda, Surabaya dan Lampung setidaknya telah menjadi tamparan cukup keras terhadap KPK dan menimbulkan kekecewaan masyarakat. Wajar apabila akhir-akhir ini Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) menjadi sorotan masyarakat. Bahkan hingga timbul wacana untuk membubarkan Pengadilan Tipikor. Dampak lain dari hal ini, masyarakat umum dan beberapa tokoh setidaknya terbagi menjadi 2 pihak, yaitu pihak yang menginginkan pembubaran Pengadilan Tipikor daerah dan pihak yang tetap ingin mempertahankan Pengadilan Tipikor daerah.

Pihak yang menginginkan pembubaran Pengadilan Tipikor daerah menilai bahwa kinerja Pengadilan Tipikor daerah saat ini lebih buruk dari Pengadilan Umum. Pendapat mereka bisa dimaklumi, pasalnya kekecewaan mereka yang meluap dalam melihat kenyataan bebasnya para terdakwa kasus korupsi yang cukup banyak di Pengadilan Tipikor hampir dirasakan sama saja dengan yang ada di Pengadilan Umum, bahkan mereka menilai proses di Pengadilan Umum setingkat lebih baik. Penantian panjang masyarakat di daerah terhadap pemberantasan korupsi seakan runtuh karena prestasi Pengadilan Tipikor daerah tidak dapat menyamai prestasi Pengadilan Tipikor di Jakarta. Lain lagi dengan pihak yang tetap ingin mempertahankan Pengadilan Tipikor daerah, mereka menganggap bahwa Pengadilan Tipikor daerah masih sangat diperlukan, guna mengakomodir perkara korupsi di daerah. Adapula yang berpendapat agar Pengadilan Tipikor dipusatkan saja di Jakarta.

Indonesia, oleh sebagian kalangan, dikatakan sebagai negara demokrasi yang tentu didalamnya adalah wajar apabila terjadi perbedaan pendapat dan suka tidak suka kita harus menghargai perbedaan pendapat tersebut. Namun, dalam wacana pembubaran Pengadilan Tipikor daerah, bukanlah hal yang bijak jika kita terfokuskan kepada pembubaran lembaga ini. Mengingat apabila Pengadilan Tipikor daerah dibubarkan, maka akan menimbulkan penumpukan perkara di Pengadilan Tipikor Jakarta. Sebagai Warga Negara Indonesia yang cerdas dan tidak mudah terprovokasi, lebih baik jika kita meninggalkan wacana pembubaran Pengadilan Tipikor daerah dan kita fokuskan kepada bagaimana cara lembaga dan pihak-pihak lain yang terkait didalamnya itu bekerja, serta cara untuk memperkuat Pengadilan Tipikor itu sendiri.

Sebelumnya, evaluasi terlebih dahulu terhadap hakim-hakim ad hoc Pengadilan Tipikor daerah. Mekanisme rekruitmen hakim tersebut menjadi persoalan. Proses rekruitmen yang bisa dibilang dilakukan secara singkat, serta proses seleksi yang juga dilakukan tanpa adanya konsep yang jelas, dan semata-mata hanya karena tuntutan undang-undang merupakan salah satu persoalan utama yang perlu diperbaiki. Mahkamah Agung harus segera mengambil sikap dan siap bertanggung jawab atas hal ini sebelum kekecewaan masyarakat semakin memuncak.

Proses persidangan yang panjang, pada akhirnya berujung pada vonis yang dijatuhkan hakim. Arti sempitnya adalah bahwa vonis bebas yang dijatuhkan, tidak boleh kita lihat sebagai ‘kesalahan’ yang dibuat hakim ad hoc semata. Sistem peradilan pidana di Indonesia merupakan suatu jaringan kerja antara subsistem kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan permasyarakatan yang berkesinambungan dan tidak dapat dipisahkan. Perlu diketahui bahwa penyidikan terhadap perkara tipikor dapat dilakukan oleh 3 (tiga) lembaga, yaitu penyidik dari Kepolisian, Kejaksaan serta dari KPK. Masyarakat hingga saat ini masih sangat mengagungkan penyidikan oleh KPK, karena hasil penyidikan yang valid dan menguatkan dakwaan JPU sehingga perkara korupsi akan diakhiri dengan putusan pemidanaan bagi pelaku. Lain sikap dengan penyidikan yang dilakukan oleh Kepolisian dan Kejaksaan yang dianggap tidak seimbang dan dianggap condong lebih memihak kepada terdakwa korupsi. Anggapan ini perlu diubah dengan pembuktian kinerja secara langsung oleh lembaga yang bersangkutan.

Kemampuan JPU dalam membuat dakwaan dan tuntutan perlu juga untuk ditingkatkan. Sehingga antara dakwaan dan tuntutan, dengan hasil penyidikan dapat terintegralisasikan. Yang setelah itu dijatuhkanlah vonis oleh hakim. Terlepas dari vonis bebas atau lepas bisa saja terjadi akibat 2 (dua) hal, yang pertama adalah sejak awal proses penyidikan sudah tidak valid sehingga hakim tidak menemukan kebenaran materiil di persidangan; Yang kedua, hasil penyidikan, dakwaan dan tuntutan sudah baik, namun hakimnya tidak memiliki integritas serta kemampuan hakim yang seharusnya dimiliki oleh hakim tipikor.

Hal yang telah disebutkan diatas, sedikitnya bisa kita fokuskan dan dievaluasi. Keberadaan Pengadilan Tipikor masih diperlukan. Namun yang lebih penting lagi adalah penyidik, penegak hukum harus memiliki visi dan integritas moral yang sama dalam menangani tindak pidana korupsi di wilayah hukumnya masing-masing. Sehingga tercipta masyarakat hukum yang diidam-idamkan.

Diposting oleh Rusnadi Tirto Wijanarko di 16.08 0 komentar Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Postingan Lama

Diliat juga yang ini

  • Catatan Iseng Cewe Tengil
    senyuman itu . . .
    14 tahun yang lalu
  • Welcome to Dema Justicia

Mengenai Saya

Foto saya
Rusnadi Tirto Wijanarko
Yogyakarta - Bekasi, Indonesia
a.k.a Ako . . .
Lihat profil lengkapku

Anda orang ke-

HTML Hit Counters
Web Counter

Sumpah Serapah

Blog Archive

  • ▼  2012 (2)
    • ▼  Maret (1)
      • Pro >< Con
    • ►  Februari (1)
  • ►  2011 (2)
    • ►  November (1)
    • ►  Maret (1)
  • ►  2010 (6)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)

Followers

Diberdayakan oleh Blogger.
 
Copyright (c) 2010 kodok (ga lagi) ngorek !!!. Designed for Video Games
Download Christmas photos, Public Liability Insurance, Premium Themes